Pelaku mebel di Jepara makin menyusut jumlahnya. Pada 2005 tercatat ada 15 ribu pelaku usaha. Jumlah tersebut mengalami penyusutan sekitar 30 persen menjadi 12.000 pengusaha pada 2010.
”Saat ini, jumlahnya menyusut menjadi 11.986 pengusaha,” kata anggota The Center for International Forestry Research (Cifor), Nita Irawati Murjani SSi MAIA dalam peluncuran Peta Wisata dan Belanja Mebel Jepara dan Buku ”Menunggang Badai”, di Ciputra Hotel, Kamis (14/7).
Kebanyakan dari mereka, jelas Nita, terlibas oleh persaingan semakin ketat. Awalnya, banyak pengusaha baru yang bermunculan. Hanya saja mereka tidak dibekali dengan ketrampilan yang memadai. Akhirnya kulitas produksi mereka seadanya, dan kalah dengan pengusaha besar dengan hasil produk yang lebih berkualitas,” kata dia.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara menunjukkan, bahwa mebel produksi Jepara menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor mebel Indonesia ke perdagangan dunia. Capaian support mereka mencapai 135 milyar dolar AS pada 2009.
”Hanya saja, perdagangan mebel Jepara ternyata masih banyak dikuasai pebisnis besar. Akses pasar dari perajin kecil masih sangat lemah,” tuturnya.
Wisata
Menilik kondisi yang ada, Nita menganggap mebel Jepara bisa menjadi komoditi wisata menjanjikan. Ini ditunjang dengan kunjungan wisatawan ke Jepara yang menunjukkan tren peningkatan. ”Pada Mei 2011 jumlah kunjungan wisatawan ke Jepara mencapai 2.970 orang,” imbuhnya.
Peta wisata dan belanja mebel Jepara merupakan referensi sangat penting bagi upaya memajukan kerajinan mebel.
Peta tersebut menampilkan secara komprehensif informasi tentang tempat dan jalan menuju sentra kerajinan mebel Jepara. Hal itu dirasa perlu mengingat sejumlah perajin menempati lokasi tanpa adanya nama jalan.
”Peta ini akan meningkatkan akses langsung wisatawan kepada para perajin. Diharapkan pemasaran mebel Jepara tidak hanya bergantung pada distributor besar,” jelas Nita.