PULUHAN calon penumpang di Karimunjawa yang sudah memegang tiket KMP Muria kecewa, sebab tidak bisa berangkat ke Jepara. “Kami tidak tahu, sebagai rakyat kecil hanya bisa pasrah diperlakukan sewenang-wenang. Sudah membeli tiket kapal, sampai dermaga pukul 06.30 KMP Muria berangkat begitu saja tanpa pemberitahuan atau aba-aba kepada pemegang tiket. Padahal, jadwal berangkal seharusnya pukul 08.00 WIB,” ujar Zainal Marlis.
Kepasrahan mau tak mau harus diterima Abdul Rosyid, Carik (Sekretaris Desa) Kemujan, Kecamatan Karimunjawa. Sebab, anaknya yang akan kembali ke kampus, tak bisa berangkat. Padahal sudah ada jadwal ujian. Walau kecewa, calon penumpang yang punya tempat tinggal atau kerabat di Karimunjawa, masih agak lega, sebab tidak mengeluarkan ongkos ekstra untuk akomodasi akibat ‘’over stay’’.
Bagaimana dengan para pelancong, dan pengelola biro perjalanan? Mau tak mau harus rela merogoh kocek lebih dalam untuk menambah biaya pengeluaran. Kekecewaan Marlis dan Abdul Rosyid juga dirasakan lebih dalam oleh Michael, pelaku bisnis pariwisata, dari Nirwana Laut Resor Karimunjawa. “Kami membawa sepuluh wisatawan, enam di antaranya memegang tiket VIP, sampai di dermaga kapal kok sudah berangkat. Berarti ada kursi VIP yang kosong. Kalau tidak siapa yang mengisi? ini aneh sekali,” tukasnya.
Kejadian yang tergambar di atas bukan dalam bulan Juni atau Juli ini, pada saat puncak liburan sekolah. Kejadian itu sudah hampir setahun silam. Tepatnya, pada jadwal pelayaran Kapal Motor Penyeberangan (KMP Muria) ke Jepara hari Kamis, 16 September 2010. Para calon penumpang adalah warga Karimunjawa yang akan ke Jepara setelah liburan Hari Raya Idul Fitri, juga sebagian wisatawan—termasuk asal mancanegara, yang ingin menikmati suasana Lebaran di Kecamatan yang terdiri atas 27 pulau itu.
Karena tidak terangkut kapal, para pelajar, mahasiswa, pegawai yang ingin kembali ke Jepara daratan, mau tak mau terlambat masuk sekolah/kuliah. . Sebagian calon penumpang, ada yang menerima pengembalian uang tiket, walau cara itu dianggap bukan penyelesaian yang baik. Dan, warga yang tak bisa menunda keberangkatannya ke Jepara, terpaksa menumpang perahu nelayan. Namun, penggunaan kapal nelayan untuk penumpang, secara resmi dilarang oleh Syahbandar/Kantor Pelabuhan.
Kejadian di atas bukan yang pertama, sebab sebelumnya pun sudah sering. Dan ternyata, selalu terulang pada saat musim liburan. Terlebih dengan semakin derasnya informasi dan promosi Karimunjawa ke penjuru dunia—termasuk melalui dunia maya— semakin banyak wisatawan yang berkunjung, termasuk dari luar negeri. Tak hanya musim liburan, pada hari-hari biasa pun arus kunjungan sudah semakin padat, sehingga tidak mengherankan jika terjadi penumpukan calon penumpang pada puncak musim liburan.
Pada dua pekan akhir Juni dan dua pekan awal Juli terjadi lonjakan penumpang yang sangat besar. Baik yang berangkat dari Dermaga Jepara maupun kembali dari Dermaga Karimunjawa, hampir setiap hari ratusan calon penumpang sudah antre. Kebijakan PT ASDP yang menampah pelayaran dari empat kali menjadi enam kali sepekan masih kurang. Sehingga, pada hari Sabtu dan Minggu, KMP Muria terpaksa berlayar bolak-balik. Berangkat pagi dari Jepara, tiba di Karimunjawa sore, pukul sebelas malam kembali ke Jepara, tiba menjelang matahari terbit.
Walau begitu, saking besarnya lonjakan penumpang, tetap saja kapal berkapasistas 250 penumpang yang mulai melayani jalur Jepara-Karimunjawa Oktober 1996 itu tetap tidak mampu memuaskan orang yang akan pergi atau kembali dari Karimunjawa.
Seperti yang dialami rombongan Bertha Suranto asal Jakarta, pada awal Juli lalu. Perempuan yang sudah sering membuat film tentang keindahan Karimunjawa terpaksa berpisah dengan kendaraan yang mereka bawa. Dua mobil Kijang bersama sopir sudah terangkut KMP Muria, sedangkan dia dan rombongan yang sedang sarapan, tidak tahu kalau kapal berangkat lebih awal dari jadwal.
Dia pun terlibat debat segit dengan petugas tiket. ‘’Masak, sudah memegang tiekt tak ada jaminan bisa berangkat. Ini aneh,’’ tukasnya.
Walau begitu, dia tak akan kecewa dan kapok. ‘’Saya sangat mencintai Karimunjawa dan sudah sering mempromosikannya melalui Youtube. Kekesalan ini kami ungkapkan, agar ada perhatian dari ASDP untuk menambah kapal bagi Karimunjawa,’’ ungkapnya.
Tak mau terganggu agendanya, dia pun menyewa kapal yang ongkosnya lebih dari lima juta rupiah. Tak hanya Bertha, rombongan lain pun sama. Rombongan Randy, mahasiswa Fakultas Teknik UGM, yang ingin liburan ke Karimunajwa melalui agen juga bingung, karena tidak terangkut.
Demikian juga puluhan turis yang datang dari sejumlah negara Eropa dan Korea. Calon penumpang yang telantar, mau tak mau harus mencari penginapan untuk menunggu jadwal ke Karimunjawa, esok paginya. Kerepotan juga dialami pegelola tempat penginapan. Bagaimana jika makanan—dalam porsi besar— yang sudah disiapkan untuk menjamu rombongan, ternyata yang ditunggu baru tiba esok pagi.
Namun, tidak semuanya panik. Ada juga yang tetap menikmati suasana. Javier, pemuda, asal Madrid, misalnya. Begitu ‘’terdampar’’ di Dermaga Pantai Kartini Jepara, dia justru menanyakan ke mana arah Pantai Bandengan.
Fans klub Atletico Madrid itu menuturkan, akan jalan-jalan menikmati keindahan Pantai Tirta Samudera Bandengan—yang memiliki pasir putih. Apalagi sekarang sudah ada berbagai fasilitas pesiar laut, misalnya banana boat, atau kano.(47)